Ketahanan Pangan: Tantangan Hukum dan Politik dalam Mewujudkan Sistem yang Berkelanjutan |
Nama Penulis : Erika Ramda Putri
Mahasiswi : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Ketahanan pangan merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Di tengah meningkatnya populasi, perubahan iklim, dan konflik global, memastikan akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi menjadi prioritas utama bagi banyak negara. Namun, ketahanan pangan bukan hanya persoalan produksi atau distribusi namun juga memiliki dimensi hukum dan politik yang sangat penting. Aspek-aspek ini menjadi landasan dalam membangun sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan.
Aspek Hukum dalam Ketahanan Pangan
Aspek hukum dalam ketahanan pangan mencakup pengaturan yang jelas mengenai produksi, distribusi, dan konsumsi pangan. Di Indonesia, misalnya, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menetapkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh rakyat. Hukum ini juga menekankan pentingnya diversifikasi pangan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta perlindungan terhadap petani dan pelaku usaha kecil di sektor pertanian.
Namun, implementasi kebijakan hukum sering kali menghadapi tantangan. Pada negera berkembang, sering terjadinya lemah dalam penegakan hukum, korupsi, dan kurangnya kapasitas institusi sehingga menghambat upaya mewujudkan ketahanan pangan. Sebagai contoh, konflik lahan antara kepentingan agribisnis dan petani lokal sering kali tidak terselesaikan dengan adil, yang pada akhirnya merugikan produksi pangan lokal.
Selain itu, hukum sering kali belum mampu melindungi kelompok-kelompok rentan, seperti petani kecil, nelayan tradisional, atau masyarakat miskin di daerah perkotaan. Ketimpangan akses terhadap sumber daya seperti lahan, air, dan teknologi membuat kelompok-kelompok ini semakin sulit bersaing dalam sistem pangan yang didominasi oleh pemain besar. Oleh karena itu, diperlukan reformasi hukum yang mampu menciptakan keadilan dalam distribusi sumber daya dan mendukung pembangunan sistem pangan yang inklusif.
Aspek Politik dalam Ketahanan Pangan
Aspek politik merupakan juga merupakan peran penting dalam ketahanan pangan. Kebijakan pangan suatu negara sering kali mencerminkan prioritas politik pemerintahnya. Misalnya, subsidi untuk sektor pertanian, investasi dalam infrastruktur pangan, hingga perjanjian perdagangan internasional semuanya merupakan keputusan politik yang berdampak langsung pada ketahanan pangan.
Namun, di sisi lain ketahanan pangan menjadi alat politik. Negara yang memiliki kelebihan pangan menggunakan sumber daya ini menjadi alat diplomasi dan memiliki pengaruh politik. Embargo pangan atau disebut juga pembatasan ekspor adalah contoh yang digunakan sebagai sarana penerapan tekanan politik terhadap negara lain.
Pada tingkat domestik, politisi pangan memberikan dampak negatif. Program-program distribusi pangan sering kali dijadikan alat untuk meraih dukungan politik, terutama menjelang pemilu. Alih-alih memastikan keberlanjutan dan efektivitas jangka panjang, kebijakan semacam ini sering bersifat jangka pendek dan tidak berkelanjutan.
Untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan, aspek hukum dan politik seharusnya berjalan beriringan. Pemerintah perlu menciptakan kerangka hukum yang jelas dan adil, sekaligus memastikan bahwa kebijakan politik yang diterapkan mendukung tujuan tersebut.
Mengikuti contoh upaya secara global melawan perubahan iklim, dimana secara langsung mempengaruhi ketahanan pangan. Perjanjian Paris pada tahun 2015 menjadi contoh kerangka hukum internasional yang memiliki tujuan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Namun, implementasi perjanjian tersebut membutuhkan komitmen politik dari setiap negara, termasuk salah satunya mitigasi dan adaptasi dalam sektor pertanian.
Di tingkat nasional, Indonesia dapat memperkuat kemampuannya dalam meningkatkan tindakan seperti:
1. Reformasi Hukum Agraria: Menjamin petani kecil menerima distribusi lahan yang adil sehingga mereka memiliki akses yang lebih besar ke sumber daya.
2. Meningkatnya Investasi dalam Teknologi Pertanian: Kebijakan politik yang mendorong pengembangan teknologi lokal dapat melindungi keberlanjutan lingkungan sekaligus meningkatkan produktivitas.
3. Kemitraan Publik-Swasta: Kerangka hukum yang mendukung kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta dapat meningkatkan efektivitas distribusi makanan.
Meskipun tantangan hukum dan politik tetap masih ada, dan banyak upaya telah dilakukan. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan kebijakan yang dibuat benar-benar inklusif dan membantu kelompok rentan seperti nelayan, petani kecil, dan masyarakat miskin di perkotaan.
Kebijakan yang mengutamakan kualitas, keberlanjutan, dan kuantitas makanan adalah harapan di masa depan. Untuk mencapai ketahanan pangan global, sistem politik dan hukum harus mampu mengatasi masalah global seperti ketidakadilan sosial, konflik, dan perubahan iklim sekaligus memperkuat kolaborasi antarnegara.
Pada akhirnya, ketahanan pangan adalah bukti dari prioritas masyarakat dan pemerintah terhadap kebutuhan dasar rakyat. Masa depan pangan yang lebih aman dan berkeadilan dapat dicapai melalui kerja sama yang kuat antara hukum dan politik.